Dari sekian banyak para pemimpin yang mempunyai kharisma dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip kepimpinan yang meraka jalani, ternyata ada juga beberapa “pemimpin” yang menyalahgunakan sebutn pemimpin kepada mereka. Karena mereka menganggap suatu sebutan “pemimpin” itu merupakan suatu jabatan tertinggi, sehingga semua aturan dan perintah mereka harus dilaksanakan, baik yang berkenan maupun tidak berkenan oleh para bawahan. Dari zaman dahulu juga telah ada penyalahgunaan jabatan pemimpin ini. Mungkin kita telah mengetahui, bahwa dulu ada sebuah bentuk pemerintahan yang bersifat aristokrasi dan monarkhi. Bentuk pemerintahan aristokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan yang hanya untuk kaum tertentu saja, dengan kata lain suatu bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh beberapa kaum bangsawan saja, dan demi kepentingan kaum golongan mereka (bangsawan) saja, sehingga kaum-kaum masyarakat biasa akan tidak dipedulikan. Sedangkan bentuk pemerintahan monarkhi adalah suatu bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh satu orang demi kepentingan seluruh rakyat. Dari segi kuantitas, memang bentuk kepemimpinan pemerintahan ini terlihat ideal, tetapi dalam pelaksanaannya ternyata sering bersifat tirani (diktator), yaitu pemerintahan yang dipimpin oleh satu orang demi kepentingan diri sendiri, dan tirani merupakan suatu pemerosotan dari pemerintahan monarkhi.
Hal-hal tadi merupakan suatu contoh bentuk pemerintahan yang menyelewengkan arti sebuah kepepimpinan sebagai sebuah jabatan. Banyak juga dari sekian banyak “pemimpin” yang justru hanya mengharapkan penghormatan (honor) dan pujian (praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati dan tidak mengharapkan suatu honor and praise tadi. Kembali pada hakikat awal, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala-galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar